Saturday, October 19, 2013

Aksi Cantika

        Sebut saja namanya Cantika, gadis manis berperawakan tinggi, agak berisi dengan rambut hitam kemerahan sepanjang tulang belikatnya, dari SD-SMA Cantika selalu bersekolah di sekolah yang favorit di kotanya. Ia juga termasuk dalam golongan siswi yang pintar, bukan yang selalu nomor satu tetapi termasuk golongan-golongan teratas. IQnya termasuk dalam golongan cerdas. Ia juga bukan termasuk gadis yang sangat rajin dalam belajar. Seperti halnya siswa pada umumnya, Ia bisa begadang semalaman hanya untuk belajar bila mendekati minggu ujian. Ya menurutnya Ia hanya gadis biasa yang diberi anugerah untuk selalu masuk ke golongan-golongan teratas di sekolahnya yang notabene juga selalu favorit.
         Cantika kini sudah dewasa, Ia baru saja sampai di rumah setelah mengadakan pesta ulang tahunnya yang ke-17. Bukan. Bukan pesta mewah di hotel dan memanggil semua teman-temannya. Cantika bukan termasuk orang yang kalau-anak-sekarang-bilang eksis. Ya mungkin sedikit. Relatif sih. Ia hanya tak suka dengan pesta semacam itu. "Buang-buang duit", katanya. Malam itu setelah rangkaian acara penerimaan mahasiswa baru, Cantika memang sudah berencana untuk makan malam bersama keluarga kecilnya di salah satu cafe yang cukup mewah, cafe favorit Cantika.
        "Ya tak apalah sedikit mahal untuk acara seistimewa ini", pikirnya.
        Duduklah mereka di sofa  dekat balkon diatapi oleh langit dengan bintang-bintangnya. Sejauh memandang, terlihat lampu kerlap-kerlip kota kelahirannya itu. Cantika jadi teringat saat-saat paling menguras hatinya, yaitu saat dimana dia harus mendaftar universitas. Ia sangat ingin universitas ternama di provinsi tetangganya. Apa daya orang tua tak mengizinkan. Masalah klise anak yang terlalu dimanjakan orang tuanya. 
         "Kamu pesen apa, Ndut?" kata kakak laki-laki Cantika membuyarkan lamunannya.
        "Cantika mau steak ini aja mas" katanya melihat sekeliling, melihat wajah orang-orang yang sangat dia sayangi. Mama, papa, Mas, dan kekasih masnya yang Ia sudah kenal sejak SD. 
        "Ah pilihan yang tepat", pikir Cantika. Ini jauh lebih baik dari pesta di hotel dan tetek bengeknya itu.
        Waktu pun berlalu, Cantika kini telah menjadi mahasiswa semester 2 di fakultas paling favorit di universitasnya. Sebagai orang yang tergolong pandai, tak heran jika banyak orang berekspekatsi tinggi kepada Cantika. Cantika yang selalu diterima di sekolah-sekolah nomor satu di kotanya. Sampai di suatu saat dimana Cantika jenuh. Cantika jatuh. Cantika berada di titik terendah. Ya roda kehidupan. Bodoh rasanya jika kita tidak bisa menerima kenyataan bahwa hidup memang seperti roda. Kadang di atas, kadang di bawah. cantika sudah menghabiskan 16 tahun untuk selalu berada di atas ya mungkin tidak selalu, tapi kali ini di semester 2 ini cantika sampai di titik dimana Ia bahkan tak sanggup untuk berusaha. Ingin rasanya Ia putus asa tapi itu bodoh, itu pilihan yang terlalu mudah, dan itu bukan pilihan orang-orang sukses. Ia benar-benar ada di titik terendah. ia merasa bahwa Ia kehilangan segalanya padahal Ia mendapat segalanya.sebagai hadiah atas keberhasilannya masuk di universitas yang lagi-lagi favorit Cantika mendapat gadget dan mobil baru. cantika juga tidak tahu apa yang terjadi. Nilainya anjlok, hidupnya berantakan, apa yang dilakukannya selalu terlihat salah, Ia tak bisa memenuhi targetnya sendiri, Time managementnya semakin buruk. Cantika bingung. Hilang arah. Cantika tak tahu harus bercerita kepada siapa dan bagaimana. Bagaimana mau bercerita Ia bahkan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Mungkin ini yang dinamakan titik jenuh",  pikir Cantika waktu itu. "Mungkin ini saatnya aku merasakan menjadi orang terbawah". Tapi siapa yang mau menjadi orang terbawah.
            "Aku harus bercerita kepada seseorang, aku tak sanggup menanggung ini sendiri, aku juga tak mau bercerita pada mama papa, yang mereka tahu aku sudah berada di atas. Tapi batin ini benar-benar jatuh. Tekanan yang begitu kuat hingga aku merasa aku tak mampu menampungnya, Tuhan"
             Ya semakin dewasa rasanya kehidupan semakin sulit, atau cantika yang belum terlalu dewasa untuk menjalani kehidupan dewasanya ? Entahlah.
              Cantika tahu yang Ia harus lakukan adalah bangkit. Kembali menjadi orang-orang yang paling favorit di antara orang-orang favorit. Best of the best. Ya mungkin memang hidup yang menuntut kita berbuat lebih. Lebih berusaha untuk mempertahakan apa yang telah didapatnya. Apalagi dengan tekanan untuk harus selalu menjadi yang teratas. Kita memang harus berusaha lebih dan lebih baik lagi.
                Kini yang Cantika perlukan hanya aksi untuk berubah ke kehidupan yang lebih baik. Kehidupan yang akan membawanya kembali ke atas. Ya aksi. Tapi, bukankah berbicara selalu lebih mudah dibanding beraksi ? We'll see.